Senin, 02 Oktober 2017

ETIKA GOVERNANCE

1.      Pengertian Etika dan Governance
Etika berasal dari perkataan yunani “ethes” berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan atau secara bebas dapat diartikan kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan. Dalam bahasa latin dikenal dengan perkataan Mores yang berarti pula kesusilaan, tingkat salah satu perbuatan lahir perilaku atau tingkah laku. Perkataan mores kemudian berubah menjadi mempunyai arti yang sama dengan etika.
Governance adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi.

2.      Pengertian Etika Governance
Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) adalah ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan. filsafat pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan sebagai fondasi pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan yang biasanya dinyatakan pada pembukaan UUD negara.


3.      Governance System
Istilah sistem pemerintahan adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: “sistem” dan “pemerintah”. Berarti sistem secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan. Dan pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan Negara dan kepentingan Negara itu sendiri. Dari pengertian itu, secara harfiah berarti system pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembaga negara dalam melaksanakan kekuasaan Negara untuk kepentingan Negara itu sendiri dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
Governance System merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :

·         Commitment on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
-          Undang Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
-          Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang Undang No. 10 Tahun 1998.
·         Governance Structure
Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
-          Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
-          Peraturan Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank Umum
-          Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
·         Governance Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini (antara lain) adalah :
-          Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
-          Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum bagi Bank.
-          Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
-          Peraturan Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum.
-          Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/2/PBI/2006 tanggal 30-01-2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
-          Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
-          Peraturan Bank Indonesia No. 7/37/PBI/2004 tanggal 17-07-2003 tentang Posisi Devisa Netto Bank Umum.
·         Governance Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
·         Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.


4.      Budaya Etika
Gambaran mengenai perusahaan, mencerminkan kepribadian para pemimpinya. Budaya etika adalah perilaku yang etis. Penerapan budaya etika dilakukan secara top-down. Para eksekutif mencapai penerapan ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu :
1)      Corporate Credo adalah pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang ditegakkan perusahaaan.
2)      Program etika adalah sistem yang sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan corporate credo.
3)      Kode etik perusahaan : Lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya.

5.      Mengembangkan Etika Sturktur Korporasi
Dalam mengembangkan struktur etika korporasi, suatu perusahaan harus memiliki good corporate governance. Good corporate governance adalah tindakan untuk mengarahkan, mengendalikan atau memengaruhi setiap kegiatan perusahaan agar dapat memenuhi keinginan dari masyarakat yang bersangkutan.Penerapan good corporate governance (GCG) dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika dan peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven) datang dari kesadaran individu-individu pelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, dan menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan dari peraturan (regulatory driven) “memaksa” perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua pendekatan ini memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing dan seyogyanya saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat.
Pemerintah tentu ikut serta dalam mengembangkan struktur etika korporasi, salah satunya dengan menyusun Pedoman Umum Good Corporate Governance. Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance, terdapat acuan-acuan bagi perusahaan dalam menjalankan etika korporasinya, salah satu contohnya terdapat dalam pedoman perilaku, antara lain:
·           Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan harus mendahulukan kepentingan ekonomis perusahaan diatas kepentingan ekonomis pribadi dan pihak lainnya.
·           Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang memberikan atau menawarkan hadiah ataupun donasi kepada pejabat negara atau individu yang mewakili mitra bisnis yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
·           Organ perusahaan dan karyawan perusahaan harus melaksanakan peraturan perundang-undangan dan peraturan perusahaan.
·           Dewan Komisaris berkewajiban untuk menerima dan memastikan bahwa pengaduan tentang pelanggaran terhadap etika bisnis, pedoman perilaku, peraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan diproses secara wajar dan tepat waktu.
·           Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan perusahaan dilarang menyalahgunakan informasi yang berkaitan dengan perusahaan, termasuk tetapi tidak terbatas pada informasi rencana pengambil-alihan, penggabungan usaha dan pembelian kembali saham.

6.      Kode Etik Korporasi
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.
Setiap perusahaan memiliki kode etik korporasi yang berbeda-beda, seperti pertamina yang memiliki Kode Etik Korporasi yang bersumber dari Tata Nilai Unggulan 6C (Clean, Competitive, Confident, Customer Focused, Commercial dan Capable). 

7.      Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman.Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.

1.      Contoh Kasus
JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Febri Diansyah mengungkapkan bahwa Wali Kota Batu Eddy Rumpoko diduga menggunakan kata sandi "undangan" untuk menutupi dugaan transaksi korupsinya.
"Ada informasi yang kita terima bahwa indikasi penerimaan suap menggunakan kode 'undangan'. Ada kode 'undangan' yang digunakan di sana," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/9/2017).
Menurut Febri, Informasi tersebut saat ini tengah didalami lebih lanjut oleh penyidik KPK. Hal inilah yang menyebabkan ia belum bisa membeberkan dengan jelas apa arti kode "undangan" tersebut.
"Sedang terus kami dalami. Belum bisa disampaikan. Itu kode yang muncul dan sedang kami dalami lebih lanjut," ujar Febri.
Febri juga menanggapi soal bantahan Eddy Rumpoko yang mengatakan tidak pernah menjalin komunikasi dengan tersangka pengusaha Filipus Djap maupun Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu Edi Setyawan terkait kasus suap yang dituduhkan.
"Kalau bantahan tersangka itu silakan saja. Banyak pihak juga membantah. Silahkan sampaikan ke penyidik disertai bukti yang ada," ujar Febri.
"Tentu kita memiliki alat bukti dan sudah menemukan dalam proses ini bahwa ada kata atau kode 'undangan' di sana," tutur Febri.
Diketahui, Eddy Rumpoko bersama anak buahnya, Edi Setyawan, dan Direktur PT Dailbana Prima Filipus Djap, terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu (16/9/2017).
Eddy diduga menerima suap dari Filipus Djap sebesar Rp 500 juta. Sebanyak Rp 300 dari suap itu digunakan Eddy untuk melunasi mobil Alphard miliknya.
Suap itu terkait dengan proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun anggaran 2017 senilai Rp 5,26 miliar, yang dimenangkan PT Dailbana Prima.

2.      Penyelesaian
Dari kasus di atas, tindak lanjut yang dilakukan oleh pihak KPK adalah menjerat beberapa pasal tehadap pelaku, yaitu Filipus sebagai pemberi diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Eddy Rumpoko dan Eddi Setiawan sebagai penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Dan pendapat saya atas kasus ini adalah adanya beberapa faktor yang melanggar etika pemerintahan, yaitu tindakan tidak jujur dan penyalahgunaan wewenang. Seorang walikota atau pemimpin seharusnya bisa menjalankan kewajibannya dengan baik, benar dan amanah terhadap rakyatnya. Maka dari itu, tindakan yang harus dilakukan adalah pembekalan Etika, Moral, serta Akhlak yang baik untuk para petinggi penjabat, baik itu walikota atau pemimpin lainnya bahkan calon walikota dan calon pemimpin lainnya agar tindakan seperti ini tidak terulang kembali.


DAFTAR PUSTAKA:
https://astridpurnamasary.wordpress.com/2015/10/07/etika-governance/
https://rezqyputri19.wordpress.com/2015/10/14/etika-governance/
http://estinestin.blogspot.co.id/2014/10/etika-governance.html
http://nasional.kompas.com/read/2017/09/21/08532681/kpk-ungkap-ada-kode-undangan-dalam-kasus-korupsi-wali-kota-batu
http://rahmawati1606.blogspot.co.id/2016/10/etika-governance-dan-contoh-kasus_90.html
https://news.detik.com/berita/d-3662501/kasus-suap-wali-kota-batu-kpk-periksa-9-saksi
Posted on by Unknown | No comments

0 komentar:

Posting Komentar